Sebanyak 27 perwakilan masyarakat adat dari sepuluh komunitas adat di Tano Batak menemui Menteri KLHK memohon adanya penyelesaian konflik tenurial di wilayah adatnya, pada Senin (23/10/2017) di Manggala Wanabhakti, Jakarta. Audiensi ini selain dihadiri Ibu Menteri, Siti Nurbaya Bakar, Bambang Hendroyono, Sekjen KLHK juga dihadiri Noer Fauzi Rahman dari Kantor Staf Presiden (KSP).
Kesepuluh komunitas adat yang hadir adalah dari Masyarakat adat Nagahulambu, Kabupaten Simalungun; Masyarakat Adat keturunan Ama Raja Medang Simamora – di Desa Aek Lung, Kabupaten Humbang Hasundutan; Masyarakat Adat Pargamanan Bintang Maria, Humbang Hasundutan, Masyarakat adat Keturunan Ompu Bolus Simanjuntak. Tapanuli Utara, dan Masyarakat adat Onan Harbangan, Kecamatan Siborongborong, Tapanuli Utara; Masyarakat adat Bius Hutaginjang, Kabupaten Tapanuli Utara; Masyarakat adat Bius Buntu Raja Sitanggor, Kabupaten Tapanuli Utara; Masyarakat adat Golat Simbolon dan Masyarakat adat Golat Naibaho, Kabupaten Samosir dan Masyarakat adat keturunan Ompu Parlanggu Bosi Situmorang-Palipi, Kabupaten Samosir. Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) dan Perkumpulan HuMa turut mendampingi masyarakat dalam audiensi tersebut.
Sebelumnya Sekretaris Eksekutif KSPPM, yang juga pendamping masyarakat adat, Suryati Simanjuntak, menjelaskan gambaran singkat setiap konflik tenurial dan tuntutan masyarakat adat. Dari sepuluh kasus masyarakat adat ini, lima bersengketa dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL), dan sejak 2016, kasusnya sudah dalam proses penyelesaian di KLHK, berkat bantuan Kantor Staf Presiden (KSP).
“Tujuan pertemuan ini menindaklanjuti proses penyelesaian yang sudah berjalan. Sedangkan lima kelompok lainnya bermohon agar wilayah adat mereka yang sudah diwariskan secara turun temurun hingga 10 sampai 15 generasi dikeluarkan dari Kawasan Hutan Negara” terangnya.
Jonter Simbolon dan Sumurung Rajagukguk, mewakili masyarakat adat yang menuntut wilayah adatnya dikeluarkan dari Kawasan Hutan Negara menjelaskan bahwa selama ini wilayah adat mereka yang terdiri dari perkampungan, perladangan, persawahan dan hutan adat diklaim negara sebagai Kawasan Hutan Negara. Bahkan sudah ada larangan dari instansi kehutanan dan Pemerintah di daerah melakukan kegiatan di wilayah adat mereka. Padahal selain menjadi identitas marga-marga, wilayah adat tersebut juga menjadi ruang hidup dan sumber mata pencaharian utama. Oleh karena itu mereka memohon kepada Menteri untuk segera mengeluarkan dari Kawasan Hutan Negara.
Jaspaer Simanjuntak dan Nursedima Nainggolan, mewakili masyarakat adat yang selama ini berkonflik dengan PT TPL, juga meminta agar wilayah adat mereka dikeluarkan dari konsesi PT TPL dan Kawasan Hutan Negara dan dikembalikan kepada Masyarakat Adat. Karena konflik ini sudah cukup lama dan Pemerintahan Jokowi-JK juga sudah menjanjikan segera menyelesaikannya dalam tahun ini. Mereka juga menyampaikan bahwa selama ini perusahaan masih saja melakukan penebangan dan penanaman eukaliptus di ladang masyarakat yang menyebabkan munculnya konflik-konflik di wilayah adat mereka.
Siti Nurbaya Bakar, mengatakan sangat memahami arti dan nilai tanah bagi masyarakat adat termasuk masyarakat Batak. Tanah adalah identitas dan kekuasaan. Menteri juga menekankan tingginya komitmen Presiden Jokowi mewujudkan apa yang menjadi tuntutan rakyat di daerah, khususnya terkait hutan adat dan hutan sosial. Salah satu contohnya adalah dikeluarkannya 5.172 hektar Wilayah Adat Pandumaan-Sipituhuta dari Konsesi PT TPL pada Desember 2016 lalu. Hanya saja setelah dikeluarkan dari konsesi PT TPL, Pemerintah Kabupaten Humbahas sampai saat ini belum menerbitkan Perda Pengakuan Masyarakat Adat, sehingga memperlambat keluarnya SK Hutan Adatnya.
Wilayah adat lain yang datanya sudah lengkap, Siti Nurbaya, meminta maaf jika ada kelambatan-kelambatan dan berjanji secepatnya menindaklanjuti proses penyelesaiannya. Dalam waktu dekat juga akan segera mengundang Gubernur Sumatera Utara, Dinas Kehutanan Provinsi, Bupati dan Pimpinan DPRD agar mempercepat keluarnya Perda Pengakuan Masyarakat Adat di Kabupaten-Kabupaten yang sedang berkonflik tersebut.
Terkait wilayah-wilayah adat yang ada di Kawasan Danau Toba yang bermohon dikeluarkan dari Kawasan Hutan Negara, Siti Nurbaya meminta agar dokumen-dokumen terkait riwayat dan peta lokasinya diserahkan dan meminta Sekjen KLHK menindaklanjutinya dengan segera.
Menteri kembali menegaskan bahwa Presiden Jokowi memiliki komitmen dan kemauan politik yang jelas. Presiden Jokowi dalam rapat yang baru dilakukan terkait Danau Toba menegaskan bahwa program pengembangan pariwisata di Kawasan Danau Toba itu juga harus memajukan masyarakatnya. Masyarakat adat harus maju jika Danau Toba Maju.
Selain akan mengundang Kepala Daerah, dalam waktu dekat juga mengagendakan menyurati PT Toba Pulp Lestari untuk tidak melakukan tindakan apa-apa di wilayah yang sudah dan sedang dalam tahap penyelesaian.
Add Comment